Hakim tunggal Haswandi yang juga
merupakan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menolak
permohonan praperadilan yang diajukan oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia
(MAKI) yang digawangi Boyamin Saiman. Permohonan Boyamin tersebut terkait kasus
pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali kepada Bank Dagang Negara Indonesia.
"Mengadili menolak
permohonan pemohon untuk seluruhnya," ucap hakim tunggal Haswandi di PN
Jaksel, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Selasa (13/1/2015).
Hakim beralasan bahwa kasus yang
menjerat Setya Novanto kala itu tidak terbukti dan tidak menimbulkan kerugian
negara. Boyamin pun heran sebab dalam kasus yang sama, para tersangka lainnya
telah divonis bersalah dan memiliki kekuatan hukum tetap.
Namun demikian, Boyamin yang
juga pernah menjadi kuasa hukum eks Ketua KPK Antasari Azhar itu tidak terlalu
mempermasalahkan putusan hakim. Malah, menurut Boyamin, putusan itu membuka
kejelasan bahwa Kejaksaan Agung (Kejagung) pernah mengeluarkan Surat Perintah
Penghentian Penyidikan (SP3) atas nama Setya Novanto.
"Kita tidak tahu sebelumnya
ada SP3 atau tidak. Pada posisi ini kita akan kembali mengajukan atas nama
Tanri Abeng dan kemudian Setya Novanto," ucap Boyamin usai sidang.
Boyamin pun menegaskan bahwa
dirinya akan kembali mengajukan gugatan praperadilan kepada Kejagung. Gugatan
itu adalah untuk tersangka Tanri Abeng dan kemudian Setya Novanto.
"Kita akan ajukan lagi
segera. Ini kan memancing dan ternyata ada SP3. Nanti kita ajukan terpisah
pertama Tanri Abeng lalu Setya Novanto," ucap Boyamin.
Dalam kasus yang telah bergulir
pada tahun 1999 itu, pengadilan telah memutus bersalah Sahril Sabirin, Djoko
Tjandra dan Pande Lubis. Namun masih ada 2 tersangka lain yang belum berproses
ke pengadilan yaitu Setya Novanto dan Tanri Abeng.
Belakangan diketahui bahwa
Kejagung telah mengeluarkan SP3 atas nama Setya Novanto pada tahun 2003. Hal
ini berarti kejaksaan telah menutupi hal tersebut selama 11 tahun.
Hal itu terungkap dalam
persidangan praperadilan yang telah dimulai sejak Rabu (7/1). Kemudian pada
Kamis (8/1) pihak termohon yaitu Kejagung menjawab gugatan bahwa saat itu
tersangka Setya Novanto telah di-SP3 pada 18 Juni 2003 dengan nomor surat:
Print-35/F/F2.1/06/2003. Sementara untuk tersangka Tanri Abeng belum pernah
di-SP3 dan masih juga belum menjalani proses persidangan.
Padahal para tersangka lainnya
yaitu Sahril Sabirin, Pande Lubis dan Djoko Tjandra telah divonis bersalah pada
tahun 2009 melalui proses sidang tingkat pertama sampai Kasasi hingga
Peninjauan Kembali (PK). Menurut Boyamin, seharusnya Setya Novanto dan Tanri
Abeng juga diadili sebab pertimbangan hakim menyebut tindak pidana korupsi itu
dilakukan bersama-sama.
Dalam kasus ini, Djoko Tjandra
dan Sahril Sabirin telah divonis bersalah dan berkekuatan hukum tetap, jaksa
pun telah mengeksekusinya. Mahkamah Agung (MA) melalui putusan PK nomor
12PK/PID.SUS/2009 mengganjar Djoko Tjandra dan Sahril Sabirin dengan hukuman 2
tahun penjara dan denda Rp 15 juta. Sementara untuk tersangka Pande Lubis
divonis 4 tahun di tingkat kasasi. Selain itu masih ada 1 orang lagi yang
diduga terlibat yaitu mantan Menteri Keuangan Bambang Subianto yang belum
ditetapkan sebagai tersangka.
Supported By:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar