Seiring waktu, jumlah polisi cepek ini sepertinya semakin
bertambah dalam menjaga putaran balik, pertigaan maupun perempatan di
jalan-jalan ibukota. Walaupun saat ini uang yang mereka minta atau harapkan
sudah bukan Rp 100 lagi, mereka tetap disebut polisi cepek.
Keberadaan mereka bukan tanpa masalah. Ada yang merasa
terbantu, tapi ada juga yang merasa keberadaan polisi cepek justru membuat
jalan-jalan makin macet. Bahkan kadangkala ada juga polisi cepek yang meminta
uang ke pengendara dengan paksaan. Jika tidak diberi, ada saja ulah mereka.
Mulai dari makian, umpatan, maupun membaret mobil dengan paku.
"Kita sendiri juga terbantu tapi terkadang ada juga
yang buat perkara tetapi kita tidak bisa tindak karena bukan wewenang kami.
Kalaupun dilegalkan tidak bisa juga permasalahan ini harus diselesaikan saling
berkaitan," tutur Kasat Lantas Polres Jakarta Timur AKBP Haris kepada
detikcom, Selasa (27/1/2015).
Haris mengatakan polisi cepek atau yang juga kerap dipanggil
pak ogah ini sering beroperasi di putaran balik di depan tempat uji KIR Ujung
Menteng. Gara-gara aksi mereka, jalanan yang padat kian macet sehingga polisi
menutup putaran itu.
"Kalau dulu tiap pagi itu selalu macet karena banyak
kendaraan yang hendak uji KIR dan pak ogah. Sekarang ini sudah kita tutup dan
justru malah lebih lancar," ujarnya.
Tidak hanya masalah kemacetan yang bisa timbul karena polisi
cepek atau pak ogah ini. Beberapa keributan yang berujung dengan bentrokan
antar kelompok sering dikaitkan dengan perebutan putaran balik, seperti tawuran
Pasar Rumput dan tawuran Manggarai.
Bagaimana Pak Ahok?
Supported By:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar